Menu
Recent Post


"Gengs. Whatever it takes, mau kalian jadi atau gak, gua akan berangkat sendiri."

"Wah, lu gila bang!"

***
Semua berawal dari kegalauan.

Oh, well, i should admit it. 

Setelah sebuah kejadian life-changing-moment besar di pertengahan tahun lalu, kehidupan gua yang damai bak diserang negara api. Sayangnya gua bukan avatar, hingga membuatnya berantakan hanya dalam waktu satu bulan.

Karena gua termasuk orang yang menjadikan kegalauan sebagai alasan buat naik gunung, so, yang langsung dipikirin adalah i need to go up there supersoon. Wherever. Whenever.

Sejak saat itu gue bepergian tanpa kenal lelah setiap bulan, kayak ke Gunung Agung, Gunung Batur, Gunung Gede (lagi), curug sana-sini, pokoknya sejauh kaki gua mampu melangkah. Sejauh duit gua mampu membayar. Yakali minta dibayarin Raja Arab!

Good thing,

Di setiap perjalanan, gua menemukan satu per satu alasan untuk mengakhiri keterpurukan gua. Sahabat-sahabat baru yang bacot, trek gunung brengsek yang bikin nyerah tapi harus bangkit lagi, puncak-puncak gunung penuh lautan awan, so ya, i've moved on.

And it works, at least for me.

Then, gua mikir harus buat batu lompatan. Yang jauh dan mahal sekalian. 

Opsi pertama gua: Kerinci. 

I really wanna go there from 2014. Tapi kok ya gak sampe-sampe. Hingga kini.

Then, opsi kedua gua: Annapurna, Himalaya, Nepal. 

But, i think of money. Njir. Kalau baca-baca di internet dari blog sana sini, kok ya nayamul banget spendingnya. Tapi, kayaknya lucu juga ya ujug-ujug ke sana?

***


"Gengs. Beli tiket sekarang, harga tiket cuma 3 jutaan PP Jakarta-Kathmandu!"

Ada beberapa orang yang silently gua ajakin trip geje ke Annapurna, Nepal.

"Sip, gua langsung nih beli juga!" kata Meizal

"......"

"Harus pake paspor dulu ya?"

"......ya masa pake daun pisang."

"....gua gak punya paspor."

"Bye zal!"

***
Sebulan kemudian.

"Jadi, siapa di antara kalian yang udah beli tiket?"

Hening.

"Gua kemarin mau beli bang, tapi baliknya jadi mahal banget." kata Cinay

"....kan gua bilang juga ap..."

"Gua juga bang, tapi duit gua belum turun.." timpal Apri.

Lalu kembali hening.

***
"Gengs, ini itinnya yah!"

"Cen, gua masih bingung nih mau beli tiket dari Indonesia apa dari Bangkok, gua nonton Coldplay dulu..." timpal Zicco.

"Yea, right." jawab gua hambar. Sehambar perasaan gua tahun lalu.

Hening lagi. Kayaknya omongan gua sebelum grup Nepal geje ini terbentuk bakal jadi kenyataan.

***
"Cen, gua pindah kantor nih, duh semoga gua dapet izin cuti ya...." kata Raisa, sahabat gua sejak kuliah, satu-satunya cewe di grup Nepal, satu-satunya orang yang udah beli tiket PP juga.

"DEMI APA?"

"Duh gimana ya, Cen? I need to go there, but i need to take this new offer, too. Huhu."

"Yaudah, gua udah ikhlas sejak awal kalau gua sendiri."

Memang dari awal gua udah berencana pergi sendiri, jadi saat gua harus sendirian, no hard feelings. 

Toh gua sudah terlalu lama sendiri. Kayak uji nyali. Lha, sedih.

Emang kebiasaan sih, kalau apa yang direncanakan jauh-jauh hari malah bisa gagal semua dengan beragam alasan. Ya ketemu temen lama lah, ya ngetrip bareng lah, ya menikah. Eh, yang terakhir belum pernah ngerasain sih, masih bujang. Wkwk.

But then, entah gimana cara, Raisa akhirnya bisa meyakinkan orang-orang kantor baru untuk melepasnya pergi. 

***
Catatan di Udara, 14 April 2017, 07.00 WIB

"Anjir gua jadi grogi gini!" ujar gua di atas ketinggian puluhan ribu kaki, saat burung besi bernama Malindo Air membawa gua dan Raisa menuju negeri Jiran, Malaysia.

"Yaelah. Gua mah udah grogi seminggu sebelum jalan kali." kata Raisa selaw.

Perjalanan ke Nepal ini memang bikin perasaan gua kembang kempis. 

Waktu abis beli tiket, excited banget mau ketemu salju dan teman-temannya padahal masih berbulan-bulan lagi.

Abis itu, sampai hari H keberangkatan, gua malah sama sekali gak excited. Kayak, oh gua mau ke Nepal nih? Lho besok gua jalan nih? Gua bawa apa aja ya? Kok gua belum packing? 

Kemudian woles lagi. Lalu di pesawat heboh lagi. Rasanya tuh kayak deg-degan tapi gak, pengen kayang campur pengen meneteskan air mata perlahan, sama perut mules tapi gak pengen beol. Duh, gua kayak anak gadis baru haid hari pertama.

Eh gitu gak sih rasanya?


***
Seperti yang udah dibilang di tulisan sebelumnya, gua dapat tiket PP murah pakai Malindo Air ke Nepal. Segala sesuatu yang murah pasti ada harga resiko yang harus dibayar, entah itu pesawatnya mirip metromini, wc-nya jongkok, atau pramugarinya galak. Tapi gak kebayang sih ada wc jongkok di pesawat, wkwk.

Untungnya, resiko yang gua pikul ((PIKUL)) cuma waktu tunggu yang lama. Iya, gua musti transit selama 8 jam di Malaysia. Repeat. 8 jam.

Untungnya lagi, Negeri Jiran bukanlah negara yang asing buat gua. Sejak tergabung dalam Malaysia Tourism Hunt, gua jadi sering banget ke Malaysia secara gratis dan punya banyak kolega di sana. Salah satunya adalah Nisa Kay, seleb-internet di Malaysia yang kebetulan bisa meluangkan waktunya buat nemenin gua dan Raisa selama transit di Kuala Lumpur.

Nisa - Nico - Raisa
Cukup berkeliling Kuala Lumpur bersama Nisa, gua dan Raisa kembali ke KLIA (in case you don't know, adalah singkatan dari Kuala Lumpur International Airport) dan menanti waktu terbang yang....

...delay.

Sialan. Udah happy-happy, pakai delay segala.

Seharusnya kami terbang jam 18.00, eh baru terbang jam 21.00, disertai dengan drama-drama para Tenaga Kerja asal Nepal (yang kemudian disebut TKN, capek nulisnya tau) yang mau pulang ke negaranya diomelin sama petugas ground Malindo gara-gara:
1. Udah ngantri panjang x lama, eh serombongan TKN tadi gak ada tuh yang inisiatif buka-buka jam tangan, jaket, sabuk, dan segala yang harus dilepaskan sebelum masuk ke kubus x-ray. Diomelin. Kan bisa aja mereka gak tahu yak?
2. Setelah beberapa TKN berhasil masuk, ada lebih dari satu TKN yang diomelin gara-gara bawa dua koper ke kabin, seharusnya masuk bagasi. Diomelin. Udah gitu didenda (kalo gak salah denger) 100RM per koper. Kesian :(
3. Akibat teman di depannya diomelin, pas gilirannya baik-baik saja, dia malah mematung, kayak nunggu apa gitu. Trus diomelin juga: "Ngapain dimari? MASUK SANAH!", gitulah kira-kira.

Huhu kasian.

Gua yang ada di belakangnya cuma jadi saksi ahli kengenesan mereka.

Udah kelar?

Belum.

Drama TKN ini berlanjut di dalam pesawat.

Saat masuk pesawat dan keos banget karena ternyata banyak pisan TKN yang 'pulang kampung' (dan sepertinya baru pertama naik pesawat), tiba-tiba dari belakang ada dua TKN menyeruak menuju kerumunan penumpang yang lagi ribet naro barang-barangnya ke bagasi kabin.

"Heh mau kemana?" kata pramugari
"Mau keluar bentar.." jawab TKN berkulit gelap berbaju hijau ngejreng sambil kipas-kipas pake duit, niatnya mau pamer. Gadeng becanda.
"Mau ngapain? Ini lagi ribet, udah duduk aja lagi sono.." kata pramugari lagi dengan sabar
"Mau beli jajan bentar..." jawab TKN
"HEH! LO KATA KERFUR?? DUDUK!" kemudian si pramugari kehilangan kewarasannya.

Gua juga.

***
Catatan di Udara, 14 April 2017, 22.00 WBM (Waktu Bagian Malaysia)



"Demi apa kita dapet makan? Icha!"

Jerit gua tertahan.

Gua gak pernah menyangka, naik pesawat ekonomi sekelas Malindo Air, yang sodaranya Lion Air, ngasi makan di dalam penerbangan! Enak lagi bisa milih ayam apa sayur! Tanpa perlu bayar-bayar lagi kayak di Air Asia! Bisa nambah minum! Puja kerang ajaib!

*lari-lari kecil di kabin*
*digebuk awak kabin*

"Kayaknya emang penerbangan jauh pasti dapet makan deh, Cen." jawab Icha, panggilan unyunya Raisa.

"Demik? Gua baru kali ini naik pesawat lama sih. Asli, ba-ha-gia!"

Makes sense sih kalau ini disebut penerbangan panjang. Soalnya dari Malaysia ke Nepal makan waktu sekitar 4 hingga 5 jam. Dari ngobrol, duduk biasa aja, nonton film, sampai ngeliyep hampir ketiduran. Brengseknya, setiap kali gua ngeliyep, udah mau landing aja. Huhu, kenapa gak dari abis makan aja sik ketidurannya?

***
Catatan di Nepal, 15 April 2017, 00.30 WBN (Waktu Bagian Nepal)



Demi dewa-dewi yang turun dari khayangan, berkat delay-nya pesawat eug, akhirnya kami tiba di Tribhuvan Airport, Kathmandu tepat jam 00.30 pagi waktu Nepal. Sumpah pusing banget baru bisa ngeliyep malah nyampe.

Tapi ada perasaan haru menyeruak setelah menginjakkan kaki di bandara. Akhirnya sampai Nepal juga, cuy!

Awalnya gua sama Icha kepengen banget foto-foto alay di tulisan Tribhuvan Airport, berhubung udah pagi buta mata sepet masi ngantuk pula, gua mengurungkan niat. Soalnya burung udah terkurung nyaman di celana.

Tentang bandara, menurut gua bandara internasional Nepal masih agak 'vintage' dan kurang terawat. 100x lipat bagusan bandara Soekarno-Hatta. Tapi ya namanya di negara orang, nikmatin aja yakan.

Sampai bandara kita bakal diribetin dua hal:
a. Ngisi dokumen buat visa on arrival, isinya kebanyakan soal biodata sekaligus tinggal dimana kita selama di Nepal, tujuannya apa, berapa hari bakal stay, masih jomblo apa gak, follow siapa aja di instagram. Gitu-gitu deh.
b. Bayar visa on arrival. Kalau mau tinggal sampai 15 hari, harganya 25$. Kalau kepengen coba peruntungan dagang cilok di Nepal dengan maksimal 30 hari tinggal, bayar 40$. Lumayan, balik modal. Bayarlah pakai USD, biar gak ribet.

Selesai.

Habis itu gua harus nukerin duit di money changer bandara agar bisa melanjutkan kehidupan di Nepal. Ya, kita gak bisa nukar Nepali Rupee dimanapun selain di negaranya. Kebetulan, harga 100 Nepali Rupee = 1 USD = Rp13.500. Biar gampang ngitungnya.

Waktu gua nukerin dua lembar uang seratusan USD, yang masih bikin sakit hati sampe sekarang, coba bayangin, uang berjuta-juta rupiah cuma jadi dua lembaran dollar. Sakit hati abang, dek. Selembar aja ilang, nangis miskin abang dek!

Dua lembar 100 USD = 20.000 Npr.

Dan gua terkejut. Setelah duit Nepal mendarat di tangan gua yang lembut.

Duitnya kayak abis dipakai maksiat. Kriwil, item, jelek, bahkan ada yang diselotip.

YATUHANQU PANUTANQU IDOLAQU BOSQU APA INI MASIH LAKU??

"Woles ae mas, ini masih laku kok, robek dikit juga diterima." kata mas-mas money changer menjawab kengerian yang terpampang nyata di wajah agak ganteng gua.

"Ah, sa ae, lu. Bye!" teriakku dalam hati. Lagi.

***
iya, mas-mas hotelnya lebih ganteng dari gua :(
Setelah semalaman berjibaku bolak-balik nawar harga taksi dari Tribhuvan Airport demi ke Thamel, yang mana kata blog-blog lain harganya cuma 500 Npr, pada kenyataannya adalah 800 Npr, itu udah paling murah dan dibilang fixed rate. Kemungkinan besar harga 500 Npr adalah saat gak peak season. Pas gua kemarin emang katanya masih peak season 2 jadi nayamul laham apa-apa di sana.

Hotel gua di Thamel, namanya Trekkers Home, harganya cuma 1000 Npr, udah pesan jauh-jauh hari waktu di Indonesia, gua kira tempatnya bakal fancy....

...ternyata sama persis kayak hotel melati.

Yaudah sik, cuma 130 ribu rupiah ngarepin apa. But yeah, orang Nepal emang ramah-ramah, berkat penjaga hotelnya, gua bisa dapet tiket turis bus dari Kathmandu - Pokhara cuma 900 Npr aja (yang mana katanya seharga 1200an Npr, yang mana akhirnya gua tau harga aslinya ternyata cuma 600-700 Npr, kampret lu mas!).

Dia bilang:
"Lu beruntung banget, hari Sabtu begini biasanya turis udah keabisan bis ke Pokhara. Nih ada buat dua orang, 900 Npr. Ada wifi, ac, dapet welcome drink pula. Executive class punya lah. Kumaha?" katanya si mas penjaga hotel, gua lupa namanya.
"Yaudah aing ambil deh, lumayan welcome drink."
"Oke, deal."

Sianying ternyata gua jadi rugi 200 Npr. Wkwk. Yaudah, anggap aja ongkos bantuin nyari bis.


Ahhhhh... dasar sari alang-alang!

Ini bis mah di Jakarta mirip sama Mayasari Bakti jurusan Jakarta Bekasi! Gembel! Malah masih bagusan Mayasari Bakti, adem!

Soal welcome drink, kita dapet air minum seliter, lumayan. Soal wifi, mending pura-pura gak tau kalo ada wifi biar gak sakit hati. Soal ac, ada sih, tapi yang muter justru kipas angin kecil dekat jendela, but yeah, since lagi ujan, jadi gak terlalu butuh juga sih ac.

Bagusnya, tourist bus ini memang cuma berangkat sekali sehari dari Kathmandu - Pokhara jam 7.00 pagi, dan tepat waktu. Karena hujan gede, dimana seharusnya gua bisa berjalan kaki dari hotel ke tempat bus, daripada telat, akhirnya musti pake taksi seharga 250 Npr.

Pas taksinya sampe, hujannya berenti. Alam emang kadang sebecanda itu. Dasar mbah dukun!

Namanya lagi di negara orang, pertama kalinya, masih norak, meski berniat irit, akhirnya gua malah makin menghamburkan uang makin banyak. Kayak beli air minum lagi, beli cokelat buat di jalan, sarapan pake roti keras-hambar-dingin seharga 100 Npr yang gua beli di pedagang depan bis, eh lalu ada tukang asongan yang jual roti lebih anget-lembut-manis pas gua tanya malah cuma 60 Npr.

Huhu kasihanilah aku yang bawa duit pas-pasan ini ya Tuhan.

Sepanjang perjalanan dari Kathmandu ke Pokhara, gua rasa-rasanya kayak de javu sama pemandangannya. Gak asing. Gak aneh. Familiar. Ternyata....

"Eh, yakin nih kita di Nepal bukan di Wonosobo??"

"HAH?"





Bersambung ke Seri 2.

Disclaimer:

Karena perjalanan Annapurna cukup panjang, tentu saja gak akan bisa gua selesaikan dalam satu tulisan, maka dari itu, gua buat series setiap minggu, biar postingan baru Jalanpendaki bisa kamu tunggu-tunggu.

Peace, luv, and thank you.
0

seadanya, agar tak dibilang hoax

Kamu punya mimpi?
Pengen jadi kaya?
Pengen kebebasan finansial?

KERJA ANJIR! USAHA!

Kalau ikut MLM yang jadi kaya mah leader-leadernya doang. Kamu baru join mah bakal dapet ampas sama apesnya doang. Udah deh, get over with it. Get over with your ex, too. They're just not worth to think of. 

Masya Allah, kalau preman ada istilah senggol bacok, kalau gua kenapa jadi senggol curcol. Huhu.

Jadi, saking banyaknya oleh-oleh (cerita) dari Nepal, gua bingung mulai dari mana. Akhirnya malah bengong seminggu. Bengong kenapa gua udah di kosan lagi, kenapa udah ngantor lagi, kenapa udah ketemu Jakarta beserta polemiknya lagi, dan kenapa dua ikan komet kembar gua gak mati-mati juga. Padahal ditinggal dua minggu gak dikasi makan. Why oh why?!

Maka dari itu, gua memutuskan untuk memulai dari hal paling berguna yang bisa gua bagikan kepada kamu, yaitu, bagaimana caranya ke Nepal? 

Yang realistis aja ya, gak perlu pake ikut kuis banyak-banyakan likes di facebook/instagram. Atau ikutan blog competition tapi lawannya blogger ngehits semua, yang udah jelas pasti kalah. Atau nunggu jadi selebgram dulu trus diundang sama pemerintah Nepal. Keburu semua orang jadi selebgram juga gak bakal diundang-undang, wk.


Trus apa aja sih, caranya? Simak ya!

1. BELI TIKET JAKARTA - NEPAL (KATHMANDU) - PP. 
Cara pertama ini yang akan memaksa mau gak mau mengangkat pantat kamu dari kursi malas kantor atau zona nyaman yang membelenggu. Dengan membeli tiket pulang pergi Jakarta - Kathmandu, kamu gak akan bisa berkutik lagi. 

Like, i have to go, i have a golden ticket!

Sedikit tip dari gua, belilah tiket advance alias jauh-jauh hari. Dari pengalaman, gua beli di bulan Januari 2017 akhir buat terbang di bulan April 2017. Dengan menyesuaikan tanggal berangkat dan pergi, gua bisa mendapatkan harga tiket yang nayamul pisan, cuma sekitar Rp2.900.000, pulang pergi. Artinya, beli sekitar tiga bulanan sebelumnya, harusnya jauh lebih murah. Karena, saat temen-temen gua dadakan mau beli harga sekali jalan bisa nyampe 3x lipat dari harga tiket pp gua itu.

Tapi resikonya, semakin murah, semakin lama nunggu waktu transit di Kuala Lumpur. 

Kalau gua, waktu berangkat ke Kathmandu harus transit selama 8 jam di Kuala Lumpur, yang mana gua bisa keluar dulu numpang pipis di negara tetangga, terus balik bandara KLIA lagi. Balik dari Kathmandu juga semestinya transit 6 jam di KLIA, tapi karena sampenya subuh ya ngampar aja bobo cantik di korsi ruang tunggu. 

Etapi kalau kamu rich kid, bisa numpang nunggu di Executive Lounge KLIA seharga 150-500RM tergantung durasi nunggunya. Kalau gua sih sayang, mending duitnya buat beli hape baru atau beramal, lumayan dapat pahala. Wk. 

Oiya, gua terbang dengan Malindo Air which is sodaranya Lion Air, yang ternyata punya pelayanan jauh banget dari Lion Air. Kita dikasi makan gratis dari Kuala Lumpur ke Kathmandu vice versa, since perjalanan di udara mencapai 4.5 jam. Dari Jakarta - Kuala Lumpur dapet snack gemes, lumayan buat ganjel selama 2 jam.


2. PERSIAPKAN CUTI
Whatever it takes, you should get your day off sesuai dengan jadwal keberangkatan dan pulang dari tiket pesawat yang udah dibeli. Maka dari itu, sebaiknya mintalah cuti dari jauh-jauh hari. Bilang aja selewatan ke boss kalau kamu mau pergi ke Nepal, entah buat naik gunung atau gak, kamu perlu berapa hari cuti. Meski masih belum bisa mastiin tanggalnya, begitu dapet tanggalnya, langsung deh minta form cuti.

Eh, ini hanya berlaku buat yang kerja kantoran ya. Kalau buat pengusaha atau mahasiswa atau soon-to-be-pengangguran banyak duit mah, gak perlu beginian.

Spoiler:
Pendakian Annapurna lewat jalur gua (akan gua ceritakan di postingan selanjutnya) bisa makan waktu 10 hari (kalau agak santai) start dari Kathmandu, plus 2 hari tambahan buat PP Jakarta - Nepal. Kalau pendakian Annapurna pada umumnya, memerlukan waktu 5-7 hari saja, di luar tambahan hari perjalanan Jakarta - Nepal.

3. NABUNG
Kamu udah dapat tiket murah Jakarta - Nepal PP? Cuti juga udah aman?

Nah, sekarang tinggal bayarnya. Kalau punya duit, tinggal cus bayar. Kalau gak punya, pakai dulu Kartu Kredit buat bayar, bisa cicilan juga deh kayaknya. Kalau gak punya juga, bisa pinjem temen dulu, tapi inget bayar. Intinya, amankan dulu itu tiket pp.

Setelah itu, menabunglah. Karena uang tidak tiba-tiba jatuh dari langit seperti salju. Karena pergi ke luar negeri itu gak sesepele traveling ke Cikole atau Cimahi. You need money. Period. Bahkan ke Cimahi pun butuh uang sih. Nah, here is the list berapa rupiah yang kamu butuhkan:

Need*
Rp
$/Rs/Myr
Ket*
Taksi/uber ke bandara Soetta PP
Rp400.000

Masing2 200rb-an
Jajan/makan pas transit di KL
Rp200.000
60Myr
1Myr*Rp3500
Visa On Arrival Nepal
Rp340.000
25US$
1US$*Rp13500
Taksi bandara Tribhuvan ke Thamel (hotel) PP
Rp270.000
2000Rs
100Rs*Rp13500
Hotel Thamel
Rp135.000
1000Rs
Booking dulu di booking.com, bisa
cari yang termurah, tanpa bayar dulu
Tourist Bus Kathmandu-Pokhara PP
Rp216.000
1600Rs
Harga dari 600-1500Rs sekali jalan, kalau bis lokal lebih murah tapi sumpek
Hotel Pokhara 2 malam (sebelum dan setelah mendaki)
Rp270.000
2000Rs
Booking dulu di booking.com, bisa
cari yang termurah
TIMS dan ACAP
Rp540.000
4000Rs
Permit mendaki, masing-masing 2000Rs, akan gua jelasin di postingan berikutnya
Taksi Pokhara – Naya Pul PP
Rp675.000
50US$
Atau bisa naik bis local dan jeep, harga dimulai dari 300-1000Rs
Konsumsi per hari di gunung
*Dikali 10 hari
Rp2.050.000
15.000Rs
Bisa lebih irit atau lebih boros, terserah kamu, sehari manusia normal rata-rata menghabiskan 1500Rs
TOTAL
Rp5.096.000

*Belum termasuk jajan, oleh-oleh, dan lain-lain yang bisa disesuaikan.
*Termasuk pengeluaran yang hedon, karena gua itung maksimalnya

Nah, tabel di atas memang belum paripurna, karena hanya hitungan kasar dengan harga maksimal. Jadi, masih bisa jauh lebih murah dari budget itu. Kalau budget gua pribadi, nanti akan ada di postingan terkhusus itinerary.

Buat gambaran, dengan total uang yang dibutuhkan di tabel dan tiket pesawat PP, serta dana mendesak dan lain-lain, anggaplah kamu butuh Rp10 juta, biar lega. Nah, saatnya menabung!

Kalau waktumu masih panjang, misal setahunan, coba pakai tabungan berjangka. It works, at least for me. Kalau waktumu mepet, misal cuma 3 bulan kayak gua, coba cari pekerjaan sampingan, sering-sering puasa, kurangin jajan dan nongkrong, niscaya tercapai budget yang diinginkan.

Head to toe by: Consina
4. PERSIAPKAN PERALATAN
Karena gua mau mendaki gunung (baca: Annapurna), so tentu saja yang gua butuhkan adalah peralatan mendaki gunung yang memadai. Dalam artian, cukup buat selama gua hidup di sana. Gak berlebihan, gak kurang. 

Because you know, naik gunung lebih dari 5 hari dengan kondisi alam yang berbeda dari Indonesia artinya bawa barang bawaan kebanyakan ya PR banget, bawa barang yang kurang dan salah, ya nyusahin diri sendiri.

Gak selengkap peralatan mendaki gunung yang pernah gua tulis, paling gak, ini barang wajib yang harus dibawa:
+ Sleeping bag: usahakan yang bisa di bawah 0 derajat atau minimal 5 derajat. Consina seri extreme comfort lite nayamul lho! Tapi geda pisan!
+ Sepatu trekking: gunakan yang nyaman di kaki. Ingat, yang nyaman. Karena jalan lebih dari 5 hari pakai sepatu gak nyaman itu neraka dunia.
+ Baju dan celana: secukupnya aja, kalau bisa beberapa dry fit. Jadi pakai baju sama setiap hari gak masalah, dan punya baju kering khusus buat tidur. Serta cari celana pendek/panjang yang dry-fit dan waterproof. Berguna!
+ Jaket: down jacket atau jaket wind and waterproof. Kalau bisa keduanya. Satu buat pemakaian saat hujan badai dan salju, satu buat pemakaian saat tidur.
+ Sendal jepit: ini penting, kalau lagi break atau di kota, jangan sepatuan
+ Sarung tangan: cari yang bisa sampai minus derajat, asli, gua pakai yang bisa minus aja beku ini tangan
+ Trekking pole: kebanyakan sih bawa dua, bisa juga beli di Pokhara, tapi satu juga enaf.
+ Kamera: plis deh hari gini, gak ada foto dibilang hoax, foto kebagusan ditanya, ini foto di studio mana? Kok bagus? *nenggak abotil
+ Botol minum: PENTING! I'll tell you next post.
+ Accessory: Buff, kupluk, powerbank, converter colokan (mostly colokan listrik di Nepal berkaki 3), tas kecil cadangan, dll dkk.
+ Keril: ya masa bawa-bawa barang pake kantong kresek

Selengkapnya bakal gua tulis di itinerary aja ya. Ini biar gambaran kasar aja, mostly udah semua sih gua sebutkan. Anyway, usahakan semua benda-benda tadi bisa masuk ke keril kecil ukuran maksimal 50 L seperti Consina Stronghold, karena percayalah, kalau kamu gak pake porter lokal, ukuran segini aja udah bisa bikin pundak kamu terasa patah-patah.

5. PERSIAPKAN FISIK DAN MENTAL
Gua, pada umumnya, selalu mempersiapkan fisik saat hendak mendaki gunung. Semakin gede, seram, tinggi, jauh, semakin lama durasi gua prepare. Dulu waktu mampir ke Gunung Latimojong, Sulawesi aja gua lari gila-gilaan, work out, selama kurang lebih dua bulan.

Apalagi mendaki Annapurna begini, sejak tiket udah di tangan gua langsung mendadak rajin bangun pagi. Lari minimal setengah jam per hari, work out minimal sejam per hari, sampai menghajar multivitamin. Demi badan yang setrong dan fit saat hari H tiba. 

Tapi... jangan kebablasan juga, soalnya gua malah justru jatuh sakit di tengah perjuangan gua. Kecapean. Huft.

Soal mental, jujur aja, Nepal adalah negara keempat yang gua datangin setelah Malaysia, Singapura, Thailand. So, gua merasa agak grogi. Selain itu, negara ini pun turun salju. Cuma di gunungnya deng, tapi udah pasti dinginnya jauh lebih dingin dari Bandung. Gua bener-bener mempersiapkan semampu gua dan overcome my fear.

So, you have to do it too.



6. PELAJARI BERBAGAI HAL TENTANG NEPAL
Nepal punya hal-hal istimewa yang berbeda dari negara lain. Salah satunya, NPR/Rs alias Nepal Rupee (mata uang Nepal), ternyata gak bisa ditukarkan di Indonesia. Gak available. Di negara mana pun. Hanya ada di Nepal. 

Artinya, maneh harus nuker uang ke USD dulu, baru nuker NPR nanti saat tiba di bandara Tribhuvan, Kathmandu. Mending nuker NPR di bandara Tribhuvan seadanya, lalu nuker di money changer Prabhu bank or else, rate biasanya gak terlalu jauh, tapi lebih dihargai.

Lalu, Nepal punya wc jongkok berbentuk kotak. Orang Indonesia mirip orang Nepal, jadi kamu bakal sering disangka orang lokal. Hati-hati scam, meski mereka udah punya fixed rate buat taxi dan semacamnya. Bisa jadi kamu gak akan doyan makanan Nepal yang mirip makanan India, dan sebagainya.

Pelajari. Ada google yang bisa menjawab semua pertanyaan kecuali soal dimana jodohmu. You can just learn. 

***

Nah, itu semua yang bisa gua bagi kepadamu soal seluk beluk menuju Nepal, khususnya buat yang mau mendaki Annapurna. Tapi kalau kamu cuma ingin main-main doang ke Pokhara dan Kathmandu, sama aja sih caranya. Bedanya hanya di persiapan fisik dan peralatan aja.

Anyway. Ini baru pembukaan dari series Pendakian Annapurna. So, stay tune gengs!

Ps:
Terima kasih buat kamu semua yang selalu setia menanti tulisan baru di blog #Jalanpendaki ini. Luv
0


Kenapa yang nyaman? 

Karena benar aja gak cukup. Benar aja bisa disalah-salahin kan? #eh

Gak deng. 

Kalau yang benar, kamu bisa googling pake keyword "cara packing carrier yang benar" and you'll find berjuta tulisan soal itu. Kalau soal yang nyaman, kayaknya baru gua. Emang gua anaknya bikin nyaman sih. Cie gitu.

Karena kenyamanan itu penting banget!

Coba, kalau kamu punya pacar tapi gak dibikin nyaman, pasti bawaannya pengen putus melulu kan? 

Tapi kalau udah kamu dibikin nyaman dan diperjuangin sebegitunya tapi tetep minta putus, sih.... elunya aja selingkuh. Bye. 

Lah.

Intinya gitu, packing yang nyaman adalah sebuah kunci pendakian yang hakiki, agar tetap semangat selama di perjalanan. 

Packing carrier gak kayak sembarang taro nesting di paling atas, karena kamu gak mendadak masak pas lagi ada ide di tengah gunung. Atau malah naro sleeping bag di paling atas, karena lo gak tiba-tiba pengen tidur di tengah jalur pendakian disebabkan oleh jalur yang bikin badmood.

Okay, daripada baper yang gak-gak, mendingan langsung aja yuk gua beberin gimana cara packing keril yang nyaman!

PAKE MATRAS (atau gak)
Ini hal pertama yang paling basic ya gaes, menentukan gimana kelanjutan packing carrier. Misal kamu memutuskan buat pake matras, masukin dulu matrasnya, buat melingkar di dalam keril, baru masukin barang-barang.

(+) Keuntungannya pake matras di dalam, keril bentuknya jadi lebih cantik dan lonjong sempurna. Teguh dan tegak lurus. Plus kalo lagi ujan jadi semacam ada pelindung tambahan jadi air gak langsung meresap ke sisi dalam keril. Ultimately, fotoable.

(-) Kerugiannya, hampir 1/4 space di keril jadi kebuang sia-sia. Asli, semacam udah gak bisa naro apa-apa lagi aja gitu saking full-nya. Trus jadi mager ngambil matras kalau misal mau ngampar istirahat agak lamaan di jalur.

Kalau gak pake matras yaudah, kita lanjut ke step berikutnya.


Ps: Ini khusus buat matras tentara item bulet yang digulung-gulung itu yes. Kayak gambar di atas pas gua lagi diajak ngobrol on-air di TVRI tadi pagi. Xixixi.

SLEEPING BAG 
You need to know that, sleeping bag adalah barang paling magerin buat dibawa, TAPI WAJIB. You need to take a note about it. Suka gak suka, sleeping bag wajib dibawa. Meski nyebelin dan magerin. Biasanya, emang ukuran sleeping bag, terutama merk bajakan itu tebelnya naujubillah. Apalagi kalo yang pake bahan dacron. Amit-amit tebelnya.

Tapi apa boleh buat yekan, kalau mau beli SB yang tipis-anget mumpuni harga selangit, jadi ya terima kenyataan beli SB murah meriah meski tebel.

Nah, jadi ditaro mana?

Karena sejatinya sleeping bag hanya dipakai saat tidur, seperti namanya, kantung tidur, maka letakkanlah di bagian paling bawah keril. Niscaya aman terkendali. Kayak yang gua bilang tadi, kamu gak akan tiba-tiba ambil SB trus boboan di jalur kan?

Kecuali, keril kamu kayak Consina Stronghold yang gua bawa di foto atas, kamu bisa seenaknya ambil itu sleeping bag kapan aja karena ada kompartemennya sendiri.

Ps:
Pastikan sebelum masuk ke keril, plastikin dulu SB-nya.

BUNTELAN BAJU
Baju juga merupakan barang WAJIB tapi nyebelin. Secara, kita gak mungkin naik gunung pake karung goni, yekan? Hellaw, it's 2017! 

Nyebelin karena kalau kita para ig-ers yang harus eksis, pasti mau bawa baju yang banyak dengan beragam warna dan genre biar bisa kece di foto. Etapi gak usah mesti eksis ding, kalau super-rempong kayak gua yang musti ganti baju buat tidur, baju berangkat dan pulang harus beda, ya pasti bakal bawa banyakan. Maklumin, namanya juga pendaki virgo xixixi. 

Nah, kalau gua, selain digulung-gulung, biasanya gua masukin baju dan aksesori lainnya di jaring-jaring tempat baju (biasanya gua dapet dari bungkus sendal gunung), lalu dimasukin plastik, baru deh ditaro di atas sleeping bag atau di sampingnya. Sumpelin aja. Because yea, kamu gak akan tiba-tiba ganti baju. Ribet. Tapi aku cepet keringetan dan risih pake baju basah kak?

Jawabannya adalah pakailah baju dry-fit. Ya kamu gak akan sejam sekali ganti baju cuma gara-gara basah kan? Yang ada, basah keringet semua nanti bajunya.

Oh oh, gua ada ide, bisa aja itu buntelan baju ditaro di tempat sleeping bag kalau keril kamu berkompartemen kayak Consina tadi, biar gampang diambil-ambil!



BARANG BERAT ADA DIMANA?
Nah ini sebenarnya lumayan agak bikin pusing yah, ada yang bilang di bagian paling belakang keril alias balik punggung, ada yang bilang di tengah-tengah, ada yang bilang di paling bawah. Tapi, sebenernya perlu di define dulu sih, barang beratnya itu kayak apa. Buat gua, barang berat waktu naik gunung itu:
1. Nesting, beserta tempat minum, sendok garpu, kompor dan teman-temannya.
2. Air dan logistik pendukung macam beras sekilo, sop-sopan, dan daging.
3. Frame tenda dan bungkusan tendanya sekalian.

Nah, dengan pembagian gitu, seharusnya penyelesaiannya bisa gini:
a. Nesting dan teman-temannya tadi, taro di paling bawah setelah sleeping bag dan buntelan baju. Jadi urutannya sleeping bag dulu, buntelan baju, baru nesting. Atau sleeping bag + buntelan baju, baru nesting.
b. Setelah nesting, tarolah botol-botol air (yang gak diminum selama di perjalanan). Atau bisa jadi air di samping nesting. Biar enjoy dan gak berat sebelah, nesting di tengah air di samping kanan dan kirinya. Atau kalau make water-bladder (tempat air beselang), bisa kamu taro di kantong dalam keril, biasanya tersedia di keril-keril berlogo H20. Tapi minusnya, water-bladder rawan bocor, malah bisa bikin banjir isi keril padahal gak hujan. Rasanya tuh kayak gak salah tapi disalah-salahin. Emang dianya aja lagi nakal jadi cari-cari alesan mulu! Lah.
c. Frame tenda biasanya sih ditaro luar keril, atau kalau terpaksa masuk ya di samping kanan dan kiri sisi dalam keril aja biar jadi kerangka keril yang kokoh. Kalau bungkusan tendanya, bisa ditaro di atas nesting atau justru di paling bawah since bakalan cuma dipake pas udah nemu tempat berkemah. Yang biasanya jadi tujuan akhir perjalanan sehingga bisa bongkar seisi keril dengan halal.

Huft capek juga ya, nulisnya banyak.

JAKET ANTI AIR (DAN JAS HUJAN)
Jangan sampai kelupaan. Jaket water dan windproof ini penting banget. Jas hujan juga penting, meskipun gua pribadi setelah merasakan nikmat dan simpelnya bawa payung lipet ke gunung itu jadi mager pisan euy bawa jas ujan.

Tapi, to be short, jaket anti air ini maupun jas hujan bisa digunakan sewaktu-waktu cuaca berubah. Misal lagi panas-panasnya eh mendadak hujan, atau lagi hangat-hangatnya eh mendadak cari masalah mulu biar putus. Huft. Lelah. So, intinya adalah agar barang-barang ini bisa mudah diambil kapan aja, harus ditaro di tumpukan tertinggi barang-barang tadi. Atau kalau jas ujannya plastik cebanan dari minimarket, ya bisa ditaro di kepala keril bersama printilan lainnya.

KAMERA?
Oh yeah, kamera adalah hal wajib yang musti dibawa kini. Kecuali emang mager moto-moto atau kamu hire fotografer pendakian profesional (anyway, kalau mau hire gua juga boleh, dijamin foto kalian biasa aja hasilnya).

Nah, buat kamera aksi-bertongsis, bisalah ditaro sembarang kanan/kiri tapi berdiri persis kayak frame tenda perlakuannya. Kalau kamera biasa (pastikan ada tax kamera tersendiri), taruhlah persis di bawah jas hujan/jaket anti air. Jadi perlindungannya dobel.

But, if you bakal motret sepanjang jalan, ada baiknya bawa sling-bag (tas selempang) khusus kamera yang ditaro di luar keril jadi kamera bisa diambil kapan aja.

PRINTILAN & LOGISTIK (tambahan)
Jenis printilan amat sangat banyak, seperti P3K yang berisi: plester, koyo, obat merah, obat sakit kepala, obat halu, dan alkohol ini bisa ditaro di box khusus P3K terus ditaro di samping kamera atau under jas ujan. Kalau misal mau disebar juga bisa ditaro di kepala keril.

Headlamp maupun senter, dompet, slayer, baterai tambahan, bisa ditaro di kepala keril. Power bank dan charger hape maupun kamera bisa ditaro di box khusus dan diletakkan di bawah jas ujan. Atau di sling bag luar keril.

Kalau logistik tambahan kayak mie instan, buah, ciki, even minuman kayak UC-1000 maupun Hydrococo, bisa diselipin dimana suka, sebar aja. Kalau matras di luar keril, bakal enak banget nyebarnya, tapi kalo di dalam keril, biasanya space penyebaran logistik agak sedikit. Kalau semacam madu dan cokelat, sebaiknya taro di kepala keril. Atau disakuin aja, bakal dicemilin kok sepanjang perjalanan. Percaya deh!


Kalau menerapkan langkah-langkah cara packing carrier di atas, niscaya kamu akan merasa nyaman dan diberikan kenyamanan lahir batin.

Tapi ingat, kenyamanan masing-masing orang bisa berbeda, so, karena ini sifatnya cuma saran, jangan kaku-kaku amat, kamu bisa mix and match dengan cara-cara lain di luar sana. Tentu aja ada yang lebih expert ketimbang gua yang bagai sisaan martabak. Mau diambil tapi malu, gak diambil tapi sayang. Akhirnya malah kebuang. :(

Ada yang lain gasi?

Kayaknya gak yah?

Tapi namanya manusia kan yah, udah berjuang kayak apa juga selalu ada yang kurang dan ada yang lebih baik. Katanya sih rumput tetangga selalu lebih hijau. Padahal bisa aja rumputnya sintesis yekan.

Duh kelepasan curcol mulu.

Etapi bener lho, kalau misal ada yang kurang, silakan kamu tambahin di kolom komentar ya. Karena berbagi tak pernah bikin kamu merugi.

Luv.

Ada hutan di Bekasi,
cukup sekian dan terima kasi. 

Krik. Bye!
0


Apa rasanya kepala mentok, weekend dapet jatah jaga kerjaan (karena gua kerja di ranah digital, so it running 24/7 udah kayak minimarket), pun gunung-gunung masih ditutup tapi pengen banget ngerasain bobo dingin di hotel berbintang banyak (baca: gunung)?

Yha, rasanya dongkol dan kheki. 

Tapi tiba-tiba menyeruak begitu sadja ide brilian yang luar biasa dan bisa diterapkan kapan saja! Yaitu, nginep di hotel (meski gak berbintang) beneran! 

Meski KW-nya hotel berbintang banyak, nginep di hotel bikin gua ngerasa dingin kayak di gunung namun dengan sensasi kasur yang emphuque dan pup yang nyaman. Ditambah tetap bisa kerja karena terus terkoneksi dengan internet (gratis dan kencang).

Pilihan gua jatuh ke POP! Kemang. 

Sepele,

Karena POP! Kemang berlokasi di Kemang yang ngehits sekaligus macet banget tapi dekat kemana-mana itu. Jadi bisa menimbulkan perasaan, "oh gini ya tinggal di pusat kota Jakarta,". Juga, karena POP! Hotels merupakan hotel budget yang bisa dibilang jauh lebih murah ketimbang hotel-hotel berbintang 4/5 di sekelilingnya.


Dibilang murah ya murah, dibilang mahal ya mahal, rata-rata lah. 

Karena gua nginap di weekend, jadi rate yang didapat berada di sekitar Rp488.000-an something. Tapi, kamarnya lucu cuy! Meski dibilang hotel budget, tapi kasur yang didapat itu queen size yang cukup buat dua orang meski gua pun bobo sendirian. Plus lagi, wifi-nya super kenceng!

Yang paling menarik dari ini hotel adalah design unyu yang berasa beda. Feelnya tuh, meski bukan kayak hotel mewah tapi unique banget! Berasa bobo di hotel kapsul Jepang (padahal gua belum pernah ke sana) atau di hotel kontainer di Malaysia (nah ini gua udah pernah).

Dari sisi lorong menuju kamar, lobby, tempat makan, sampai balkon kayanya sabi banget buat foto-foto ala instagram. Kasurnya juga fotoable, meski gua bukan jamaah pria-pria yang tidur telanjang-tengkurep ketutup selimut dikit trus di upload di IG yah. 

Oh oh!

Yang paling juara adalah wc-nya. Beneran kayak kapsul, jadi gemes abis! Meskipun pancurannya agak ambis muncrat-muncrat kemana tau.



Cita-cita gua sampai di hotel itu kerja, lanjutin nulis buku ke-dua (iya, im working for my next book after buku #JalanPendaki, doain ga molor mpe tiga tahun lagi), bikin vlog (oh man, footage video gua udah pada ngerak!). 

Tapi kenyataannya.....

....ketemu kasur langsung molor. Dasar pelor!

Again, kamar ini emang di desain buat berdua. Tapi... Sudahlah. Perih kalu diceritain. 

Selayaknya hotel budget, gua gak bisa mengharapkan dapet sendal gratis yang bisa gua bawa pulang. Oh, oh, begitu pun sikat gigi gratis. Jaringan POP! Hotels ternyata gak menyediakan sikat gigi gratis, tapi bisa dibeli dengan harga 10ribu rupiah saja.

Did i mentioned the green concept?

Ya, POP! Hotels ngedepanin soal lingkungan di hotelnya. Banyak trivia-trivia lucu soal lingkungan yang nempel di dinding hotel, lift, even di tempat sampahnya. Coba di gunung bisa diingetin gitu ya, mungkin dah bersih dari para pembuang sampah sembarangan kali ya.

Trus, ternyata lagi ada semacam kuis berhadiah nginep gratis! Ikutan ah~


Karena gua hotel reviewer abal-abal, pendapat gua buat hotel ini simpel aja: minimalis, pas, dan cocok buat weekend getaway. Sisanya, biarkan gambar yang berkata-kata. 






Disclaimer:
Postingan ini hasil kerjasama antara Jalan Pendaki X POP! Hotels. More details and business inquiries, don't be hesitate to contact me at info@jalanpendaki.com. 
0

Author

authorMy Trip My Adventure menggambarkan petualangan dan eksplorasi keindahan alam Indonesia.
Learn More →